Rohis untuk Indonesia

Image

Kerohanian Islam, atau dikenal dengan singkatan Rohis, mulai berkembang pada awal tahun 1990 di Sekolah Menengah Atas dan perguruan tinggi. Sekurangnya ada dua faktor yang mendorong lahirnya Rohis. Pertama, Rohis merupakan antitesa terhadap pola dan perilaku kehidupan remaja yang cenderung hedonis (mengutamakan kemewahan duniawi) dan sekuler (menempatkan agama diametral dengan aktivitas sehari-hari). Kedua, meningkatnya kesadaran dan pemahaman kaum muslimin bahwa dienul Islam merupakan pandangan hidup (way of life). Maka aplikasi ajaran Islam seharusnya meliputi seluruh aspek kehidupan.

Kehadiran Rohis di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi harus dimaknai secara positif dan penuh syukur, tidak saja oleh orang tua, juga oleh para pendidik. Para siswa yang bergabung dalam kegiatan Rohis, biasanya memiliki ciri dan karakter khas yang ditampilkan dalam kehidupan dan pergaluan mereka sehari-hari. Pertama, mereka sangat menjunjung tinggi aturan dan norma Islam. Kegigihan mereka dalam menuntut ilmu agama layak diacungi jempol, pun dengan tutur kata dan sopan santun yang mereka tunjukkan terhadap sesama teman dan terlebih kepada orang tua dan guru. Kedua, aktivitas Rohis sangat mendukung tugas-tugas akademik. Kelompok diskusi yang mereka lakukan sebagai bagian tak terpisahkan dari agenda Rohis sangat membantu prestasi belajar siswa atau mahasiswa. Maka tidak mengherankan jika para aktivis Rohis senantiasa memiliki prestasi akademik yang tidak mengecewakan. Ketiga, aktivitas sosial kemasyarakatan senantiasa ditunjukan pengurus dan aktivis Rohis sebagai penghidmatan terhadap masyarakat. Kegiatan yang biasanya dilakukan adalah dengan terjun langsung membina masyarakat dalam bidang ke-Islaman, kesehatan dan pendidikan.

Jika demikian, maka kehadiran Rohis di sekolah atau institusi pendidikan merupakan angin segar dan oase atas segala kritik negatif terhadap perilaku pelajar. Mereka mampu menunjukkan bahwa di negeri ini masih ada generasi muda yang sangat menjunjung tinggi norma kehidupan dan terbebas dari godaan negatif masa remaja.

Melihat perkembangan yang mengagumkan ini tidak salah jika prototipe perilaku yang sesungguhnya diamanahkan oleh tujuan pendidikan kita, sebagaimana diuraikan dalam Tujuan Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 : untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Semangat yang tersurat dan tersirat ini sungguh selaras dengan nafas dan perjuangan Rohis.

Untuk mencapai cita-cita tersebut, mustahil jika kita hanya mengandalkan pada proses pendidikan yang berlangsung di kelas. Sebab, proses pengajaran di kelas sesungguhnya memiliki titik berat pada aspek kognisi, karena memiliki keterbatasan waktu dan tujuan yang harus dipenuhi pada setiap pertemuan. Selain keterbatasan ini, proses pengajaran juga masih harus mengejar beban-beban materi yang tidak sedikit.

Melihat lubang-lubang kelemahan poses pengajaran ini, maka kegiatan Rohis bisa menjadi suplemen atau pelengkap atas kekurangan yang terjadi pada proses pengajaran di kelas. Menjadikan aktivitas Rohis menjadi lebih maju dan berdaya nampaknya merupakan langkah bijak dan strategis dalam rangka menuntaskan tujuan pendidikan sebagaimana diuraikan dalam UU No. 20 tahun 2003.

Tinggalkan komentar